Rabu, 02 Januari 2008

Arsitektur Coca Cola

Tulisan ini saya ambil dari Bapak Afirasutanto (milis IAI). sangat menarik untuk dijadikan diskusi menurut saya.

Tulisan ini meminjam dari pemikiran dari Kenneth Frampton yang dikirim
oleh Ridwan Kamil di ForumAMI (Terima kasih buat Emil)

ISSUE :
Gus Dur mengungkapkan : " Misalkan anak-anak kita sudah nggak mau lagi
makan nogosari dan mendut (sejenis kue), maunya Kentucky atau
Hoka-Hoka Bento, sehingga muncullah fundamentalisme yang menjawab
globalisasi. Kalau Negara-negara barat memaksakan ideologi mereka,
kaum fundamentalis berpendapat mereka harus bisa memaksakan apa yang
mereka anut, sehingga dalam hal ini kita harus mencari orientasi
pembangunan yang lebih benar. " ( Sumber: detik.com)

Lalu saya menambahkan : "Anak-anak kita sudah tidak suka lagi dengan
mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali, mereka lebih senang dengan mobil
yang memiliki remote. Anak-anak kita sudah tidak suka lagi dengan
bajigur atau wedang jahe, mereka lebih Memilih COCA COLA"

DISKUSI:
Ingat kata-kata : " Dimana saja, kapan saja, Minumlah COCA COLA!".

Ingat film The Gods Must be Crazy ? Cerita tentang seorang pemburu
yang `kocak` bernama Xi. Film yang dimulai dengan terjatuh kaleng
Coca Cola dan Xi mendapatkan kaleng Coca Cola telah menjadi awal
terjadi sebuah `era baru` pada alam pikir si Xi.

Yang namanya COCA COLA atau Cocacolonization adalah sejenis `merk`
yang mengglobal. Menyerbu dan mengubah dunia, merubah citra tentang
rasa minuman, manusia merasa menjadi global karena minuman ini.

Peng-kolonialisasia n melalui produk industri berlabelkan
keuniversalan telah menjadi hal yang tidak dapat terhindarkan.
Demikian juga di arsitektur, dengan cara yang berbeda, para arsitek
(Indonesia) `harus` menerima nilai `keuniversalan` yang berkembang
pesat. Kekuatan tempat dengan kehidupan keseharian telah ditinggalkan.
Seperti yang dikatakan Frampton : " arsitektur telah menjauhi tatanan
esensi budaya tempat dia berdiri…arsitektur telah diperlakukan sebagai
fashion".

Berkembangnya Ruko-Ruko diberbagai kota di Indonesia telah menjadi
sebuah contoh bagaimana Arsitektur telah dibuat hanya sekedar
`fashion` dalam artian fashion bisnis dan fashion estetika. Ruko-ruko
telah menjadi semacam `benda arkeologi` yang mengisi ruang kota.
Arsitekturnya adalah hanya sebagai sebuah wajah dengan pseudo
komestika – ruangnya hanya dijejali oleh deretan tampak tanpa melihat
konteks sosial dan budaya tempat dia berdiri. Deretan blok yang
panjang seperti sebuah lokomotif telah membawa manusia dalam permainan
kebutuhan pasar. Ruko telah menjadi Arsitektur Coca Cola karena
dimana saja, kapan saja selalu saja ada Ruko pada ruang kota kita.

Deretan Ruko panjang itu yang berdalihkan kebutuhan pasar, telah
menjadi semacam arsitektur tanpa hirarki. Semuanya menjadi sama,
ruangnya menjadi sangat generic karena terbangun dalam komposisi
antara ruang kosong – tangga dan service. Tidak ada Tektonik yang
dapat diceritakan, tidak ada kemajuan teknologi yang diciptakan.
Utilitasnya semuanya tertutup rapih untuk menceritakan sebuah
kebersihan hidup ini, menolak seperti yang selalu Louis I Khan ajarkan
'utility as tectonic element'. Ruko itu seperti Coca Cola, dimana-mana
rasanya sama dan warnanya selalu hitam.

Deretan Ruko tidak membuka dirinya bagi kehidupan ruang civic yang
sebenarnya. Ruangnya kebanyakan adalah ruang bagi para pemilik mobil
untuk memberhentikan dirinya. Telah terjadi semacam hukum alam disini,
semakin panjang deretan Ruko itu, semakin panjanglah berbagai merk
mobil terparkir disana. Ruko telah menjadi produk arsitektur gigantis
yang baru, menjadi banyak dan menyebar dan terus berkembang. Ruko
semacam Coca Cola Baru yang menyusupi ruang kehidupan manusia,
mendominasi tanpa setting cerita seperti dalam sebuah drama.

Deretan Ruko telah merusak struktur kota yang seharusnya tumbuh dalam
`mozaik dirinya`. Ruko adalah milik developer yang berdialog dalam
kertas gambar dan hitungan kalkulator. Ruko tidak pernah menjadi
katalis bagi kotanya, dia adalah perusak nadi kota. Syaraf – syaraf
tubuh kota telah dirusak dengan racun yang berlabelkan kebutuhan
pasar. Ruko seperti Coca Cola mengandung bahan yang mungkin tidak baik
terhadap tubuh, ketika rasa manis Coca Cola mulai memasuki tubuh,
disitulah tubuh semakin sulit menghindari. Ruko itu Coca Cola yang
mengandung manis yang tidak dapat ditolak oleh tubuh kota, disaat
tubuh kota tidak dapat menolaknya, disanalah tubuh kota kita mulai
rapuh. Disaat inilah Tubuh Kota kita perlu mengalami Tusuk Jarum.
Tetapi siapakah ahli-ahli akupuntur yang dapat melakukan tusuk jarum
ini ?

Akhirnya, ditemani sekaleng Coca Cola saya mengucapkan :
Selamat Tahun Baru 2008. Semoga Tuhan Memberkati Langkah Kita di Tahun
ini.

Life is unique
AS

Tidak ada komentar: